Doa-Doa Kecil Yenni

yenni

Sejak kecil, Yenni sering memikirkan dan menginginkan hal-hal sederhana yang cuma ada di kepala.
“Andai aku punya sepeda biru.”
“Pengen banget bisa main gitar.”
“Suatu hari nanti, aku pengen ke pantai yang airnya bening banget…”
Pikiran itu datang tanpa aba-aba, saat ia duduk di jendela, nunggu hujan reda, atau rebahan sebelum tidur. Bukan hal besar. Bukan impian muluk. Tapi tetap terasa penting.

Waktu terus jalan. Hidupnya menjadi padat, ia harus sekolah, kuliah, kerja dan mengerjakan hal-hal lain yang cukup menguras waktu dan tenaganya. Yenni pun makin jarang mikirin hal-hal kecil yang dulu dia maui. Tapi anehnya, satu per satu justru muncul diam-diam, pelan-pelan, tapi nyata.

Sore itu, sepulang kerja, dia melihat sepeda biru tua bersandar di depan apartemen. Dinda, sahabatnya, muncul sambil menyodorkan kunci.
“Tebak ini buat siapa?”
“Apa ini?”
“Sepeda. Aku nemu di pasar loak. Kupoles lagi. Setelah melihat warnanya, aku seketika inget kamu.”
Yenni tersenyum. “Sepeda biru. Aku pernah mikirin dan pengen ini banget,” gumamnya.

Beberapa bulan kemudian, kantor menyelenggarakan undian kecil. Hadiahnya kursus gitar gratis. Yenni ikut iseng dan ternyata dia pemenangnya. Dia tertawa pelan sambil melihat namanya di pengumuman.
“Gitar juga. Dulu aku sempat banget ngebayangin main gitar di kamar. Cuma mikirin. Tapi ternyata hari ini kejadian juga,” ucapnya dalam hati.

Saat liburan Bersama teman-temannya, Yenni benar-benar berdiri di tepi pantai. Airnya sebening kaca. Pasir putih. Langit senja yang hangat. Pemandangan yang pernah dia inginkan, diam-diam, lama dulu.
Dia duduk di atas pasir, memeluk lutut, menatap laut. Dinda sahabatnya datang menghampiri lantas duduk di sampingnya.
“Yen, lo kenapa diem?” tanya Dinda.
“Dulu aku pernah mikirin tempat kayak gini dan pengin banget ke sini.”
“Dan sekarang kamu ada di sini,” kata Dinda sambil senyum.
Yenni mengangguk. “Kayaknya, yang kita pikirin dan pengen itu, nggak pernah hilang. Mungkin kita lupa. Tapi semesta enggak,” tutur Yeni penuh bahagia.

Malam itu, sebelum tidur, Yenni membuka jendela. Angin malam masuk perlahan. Bintang-bintang diam di atas sana. Ia memejamkan mata, dan membiarkan satu lagi keinginan kecil muncul dalam hati.
“Semoga suatu hari nanti, aku ketemu seseorang yang ngerti aku, yang bisa duduk bareng tanpa banyak kata, tapi tetap saling tahu,” gumamnya sambil tersenyum simpuh.

Dia tidak berkata apa-apa. Tapi sekarang, dia yakin pada hatinya apa yang dia pikirkan dan dia inginkan, sekecil apapun, akan sampai juga.
Mungkin tidak sekarang. Tapi suatu hari nanti, di waktu yang tepat. Jangan pernah takut bermimpi. Karena semesta selalu mendengar.

Malam hening, mengantar Yenni pada mimpi-mimpinya yang perlahan menjelma menjadi nyata. []

GUNTING PENYUNTING
Baca Tulisan Lain

GUNTING PENYUNTING


Apakah artikel ini membantu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *