GUNTING PENYUNTING

lisma

Duduk di bantalan rel kereta api yang tercecer di tepian jalur lintasan. Ada kenangan yang mencuat ke permukaan, perihal sebuah perjalanan ke selatan. Peluit kereta kekal dalam keropak ingatan. Namun bukan itu yang ingin aku kisahkan. Akan tetapi perihal harga.

Paska membaca satu bab pembuka saja, aku langsung malas menyelesaikan kontrak. Bukan tak butuh duit apa lagi di ini zaman yang dikit-dikit kena imbas pailit. Bagaimana tidak, plagiat sudah ada sejak bab pertama. Sudah dipastikan bahwa untuk bab berikutnya pastilah ada.

Ditambah ada banyak nama yang akan terbawa negatif. Dari mulai penulis, editor, proofreader, ilustrator, pengantar, epilog dan penerbit. Jika sadar pada hal itu, tentu bayaranku lebih mahal kala menghentikan projek ini. Toh ada banyak nama yang aku selamatkan. Namun yang terjadi, rokok dan kopi beli sendiri.

Malah dituding sok idealis yang digarisbawahi sok suci. Ya, tak mengapa. Apa dikata memang demikianlah adanya, toh niatku tak ada sampai ke sana, selain pada pribahasa gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Jika memang aku sebagai kendala, kenapa tak cari saja yang lain?

Perihal gaya bahasa, biarkan saja mengalir apa adanya. Jangan terpatok pada diksi-diksi perkalian dalam pemasaran. Toh setiap produk baru senantiasa punya selera dan konsumen baru. Kenapa jadi lupa perihal makna pasar dalam menjajakan produk yang tak seragam?

Zaman memang ditandai dengan generasi. Namun bahasa tetap saja sama. Meski bahasa slank, prokem, gaul dan lainnya hadir bersamaan. Akan tetapi sifatnya tak pernah abadi dan hanya berlaku dalam ruang lingkup komunitasnya saja, alias tak menyebar dalam mewabah.

Lantas, apa yang sesungguhnya ingin aku sampaikan? Betapa harga itu bisa dihargai kalau dijalankan sesuai dengan perintah. Sementara jika dihentikan demi menyelamatkan, harga itu tak pernah mencuat ke permukaan. Selintas pintas memang aneh.

Namun itulah gambaran dunia sebagai penanda perhiasan yang hanya bisa dihargai dengan harga perhiasan lagi. Padahal harga reputasi itu lebih tinggi dari harga perhiasan itu sendiri. Kenapa bisa demikian? Sebab semuanya sudah berfokus pada makna sekian dan sekian jadi sekian.

Sekian pula tulisan ini dituliskan bukan karena ingin sekian. Namun jika pun terus dipaksakan tak bisa melawan dalam keterbatasan halaman. Maka mau tak mau dicukupkan sekian saja, kisah dalam mengupas dedah perihal harga sekian. Pada akhirnya sekian dan terima kasih atas kepercayaannya. []


Apakah artikel ini membantu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *